Tim nasional sepak bola Indonesia pernah memiliki kebanggaan tersendiri,
menjadi timAsia pertama yang berpartisipasi di Piala Dunia FIFA pada tahun 1938.
Saat itu mereka masih membawa nama Hindia Belanda dan kalah 6-0 dari Hongaria, yang hingga kini menjadi
satu-satunya pertandingan mereka di turnamen final Piala Dunia. Ironisnya,
Indonesia memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak dan memiliki masyarakat
dengan minat yang sangat tinggi terhadap olahraga sepak bola, menjadikan
sepak bola olahraga terpopuler di Indonesia (selain bulu tangkis), namun
Indonesia tidaklah termasuk jajaran tim-tim kuat di Konfederasi
Sepak bola Asia.
Sejarah
Pada
tahun 1930-an, di Indonesia berdiri
tiga organisasi sepak bola berdasarkan suku bangsa, yaitu Nederlandsch Indische
Voetbal Bond (NIVB)yang lalu berganti
nama menjadi Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) pada tahun 1936 milik
bangsa Belanda, Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB) milik seseorang yang berketurunan Tionghoa, dan Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia milik bumiputra. Nederlandsch Indische Voetbal Bond(NIVB) sebuah organisasi sepak bola orang-orang Belanda di Hindia Belanda menaruh hormat kepada PSSI lantaran SIVB yang memakai bintang-bintang dari NIVB kalah
dengan skor 2-1 melawan VIJ.
NIVU yang
semula memandang sebelah mata PSSI akhirnya
mengajak bekerjasama. Kerjasama tersebut ditandai dengan penandatanganan Gentlemen’s Agreement pada 15 Januari 1937. Pascapersetujuan perjanjian ini, berarti
secara de facto dan de
jure Belandamengakui PSSI. Perjanjian itu juga menegaskan bahwa PSSI dan NIVU menjadi
pucuk organisasi sepak bola di Hindia Belanda. Salah
satu butir di dalam perjanjian itu juga berisi soal tim untuk dikirim ke Piala Dunia, dimana
dilakukan pertandingan antara tim bentukanNIVU melawan
tim bentukan PSSI sebelum
diberangkatkan ke Piala Dunia (semacam seleksi tim). Tapi NIVU melanggar
perjanjian dan memberangkatkan tim bentukannya.NIVU melakukan
hal tersebut karena tak mau kehilangan muka, sebab PSSI pada
masa itu memiliki tim yang kuat. Dalam pertandingan internasional, PSSI membuktikannya.
Pada 7 Agustus 1937 tim
yang beranggotakan, di antaranya Maladi, Djawad,Moestaram, Sardjan, berhasil menahan imbang 2-2 tim Nan Hwa dari Cina di Gelanggang Union, Semarang. Padahal Nan Hwa pernah
menyikat kesebelasan Belanda dengan
skor 4-0. Dari sini kedigdayaan tim PSSI mulai
kesohor.
Atas
tindakan sepihak dari NIVU ini, Soeratin
Sosrosoegondo, ketua PSSI yang
juga aktivis gerakan nasionalisme Indonesia,sangat geram. Ia menolak memakai
nama NIVU. Alasannnya, kalau NIVU diberikan
hak, maka komposisi materi pemain akan dipenuhi orang-orang Belanda. Tapi FIFA mengakui NIVU sebagai
perwakilan dari Hindia Belanda.
Akhirnya PSSI membatalkan
secara sepihak perjanjian Gentlemen’s Agreement saat Kongres di Solo pada 1938.
Maka
sejarah mencatat mereka yang berangkat ke Piala
Dunia Perancis 1938 mayoritas
orang Belanda. Mereka yang terpilih untuk berlaga di Perancis, yaitu Bing Mo Heng (kiper), Herman
Zommers, Franz Meeng, Isaac Pattiwael, Frans Pede Hukom, Hans Taihattu, Pan
Hong Tjien, Jack Sammuels, Suwarte Soedermadji, Anwar Sutan, dan Achmad Nawir (kapten). Mereka diasuh oleh pelatih
sekaligus ketua NIVU, Johannes Mastenbroek. Mo Heng, Nawir,
Soedarmadji adalah pemain-pemain pribumi yang berhasil memperkuat kesebelasan Hindia Belanda, tetapi
bertanding di bawah bendera kerajaan Nederland. [3]
Piala Dunia FIFA
Indonesia pada
tahun 1938 (di
masa penjajahan Belanda) sempat lolos dan ikut bertanding di Piala
Dunia 1938. Waktu itu TimIndonesia di
bawah nama Dutch East Indies (Hindia Belanda),
peserta dari Asia yang
pertama kali lolos ke Piala Dunia. Indonesiatampil mewakili zona Asia di
kualifikasi grup 12. Grup kualifikasi Asia untuk Piala
Dunia 1938 hanya terdiri
dari 2 negara, Indonesia(Hindia Belanda) dan Jepang karena
saat itu dunia sepak bola Asia memang
hampir tidak ada. Namun, Indonesia akhirnya
lolos ke finalPiala
Dunia 1938 tanpa harus
menyepak bola setelah Jepang mundur
dari babak kualifikasi karena sedang berperang dengan Cina.
Pertandingan
melawan Hongaria
Pada
5 Juni 1938, sejarah mencatat pembantaian tim Hungaria terhadap Hindia Belanda.
Mereka bermain di Stadion
Velodrome Municipale, Reims, Perancis. Sekitar 10.000 penonton hadir
menyaksikan pertandingan ini. Sebelum bertanding, para pemain mendengarkan lagu
kebangsaan masing-masing. Kesebelasan Hindia Belanda mendengarkan lagu
kebangsaan Belanda Het Wilhelmus. Karena
perbedaan tinggi tubuh yang begitu mencolok, walikota Reims menyebutnya,
"saya seperti melihat 22 atlet Hungaria dikerubungi oleh 11 kurcaci."
Meski
strategi tak bisa dibilang buruk, tapi Tim Hindia Belanda tak dapat berbuat
banyak. Pada menit ke-13, jala di gawang Mo Heng bergetar oleh tembakan
penyerang Hongaria Vilmos Kohut. Lalu hujan gol berlangsung di menit ke-15, 28,
dan 35. Babak pertama berakhir 4-0. Nasib Tim Hindia Belanda tamat pada babak
kedua, dengan skor akhir 0-6. Pada saat itu Piala Dunia memakai sistem
knock-out.
Meskipun
kalah telak, surat kabar dalam negeri, Sin Po, memberikan apresiasinya pada terbitan
mereka, edisi 7 Juni 1938 dengan menampilkan headline: "Indonesia-Hongarije
0-6, Kalah Sasoedahnja Kasi Perlawanan Gagah".[4]
Setelah
penampilan perdana itu, Indonesia tidak pernah lagi masuk babak pertama Piala Dunia FIFA,
dengan hasil paling memuaskan adalah Sub Grup III Kualifikasi Piala
Dunia FIFA 1986. Ketika itu Indonesia hampir lolos ke Piala Dunia
1986 tetapi Indonesia kalah di partai final kualifikasi melawan Korea Selatan
dengan agregat 1-6.
Era 1950
Setelah
era Perang
Dunia kedua, pada tahun 1945, Indonesia memproklamasikan kemerdekaan
mereka pada tanggal 17 Agustus 1945.
Setelah
itu, sepak bola Indonesia mengalami kemajuan di Asia.
Mereka berhasil lolos ke Olimpiade
Melbourne 1956. Indonesia berhasil melaju ke perempat final dan
bertemu dengan raksasa dunia ketika itu, Uni Soviet yang ketika itu dikapteni oleh kiper
terbaik dunia ketika itu, Lev Yashin. Ketika itu
mereka berhasil menahan Uni Soviet 0-0. Namun pada akhirnya Indonesia harus
kalah dengan skor 4-0 pada pertandingan kedua. Prestasi ini adalah prestasi
tertinggi Indonesia dalam sejarah sepak bola di Indonesia.
Pada
tahun 1958, Indonesia juga merasakan hasil terbaik di Kualifikasi Piala Dunia 1958 dimana Indonesia berhasil mengalahkan Chinapada ronde pertama. Namun mereka menolak
untuk bertanding melawan Israel pada
ronde kedua dikarenakan alasan politis. Sejak saat itu, Indonesia tidak pernah
ikut dalam kualifikasi piala dunia hingga tahun 1970.
Uniknya,
setelah bertanding di kualifikasi piala dunia, Indonesia berhasil meraih medali
perunggu di Asian Games 1958 setelah pada perebutan tempat ketiga
berhasil mengalahkan India 4-1.
Era
1960-1970
Pada
era ini, lahirlah pesepak bola Indonesia yang terkenal di Asia antara lain Soetjipto
Soentoro, Max Timisela, Jacob Sihasale, Kadir,Iswadi Idris, Andjiek
Ali Nurdin, Yudo Hadianto, dll.
Diantara mereka yang paling fenomenal adalah Soetjipto
Soentoro. Ia adalah pemain tersukses di Indonesia dengan membawa
Indonesia menjadi raja sepak bola Asia.
Ketika
itu Indonesia berhasil menjuarai berbagai turnamen yaitu Turnamen
Merdeka 1961, 1962, 1969, Piala Emas Agha Khan 1966, dan Piala Raja 1968.
Indonesia juga berhasil meraih medali perak dalam Asian Games 1966.
Bahkan
pemain Indonesia ada yang dipanggil AFC untuk
menjadi bagian dari skuat Asia All Stars pada tahun 1967-1968. Mereka adalah Soetjipto
Soentoro yang
bertindak sebagai Penyerang
Bayangan sekaligus
sebagai kapten, Jacob Sihasale sebagai penyerang tengah, Iswadi Idris bertindak sebagai penyerang sayap kanan, dan Kadir sebagai penyerang sayap kiri. Ketika itu, mereka adalah
kuartet tercepat yang pernah dimiliki Indonesia.
Era
1970-1990an
Era
ini merupakan era dimana sepak bola Indonesia masih menjadi negara terkuat di
Asia. Indonesia berhasil menjuarai Piala
Pesta Sukan 1972 di Singapura untuk
terakhir kali. Namun Indonesia sempat berjaya ketika mereka berhasil
mengalahkan tim asal Amerika Latin, Uruguay.
Ketika
itu Indonesia berhasil mengalahkan Uruguay dengan skor 2-1. Beruntung ketika
itu, Indonesia memiliki pemain yang bertalenta yang sangat mumpuni seperti Ronny Paslah, Sutan Harhara, Ronny
Pattinasarany, Risdianto, Andi Lala, Anjas Asmara, Waskito
dan pemain bekas angkatan Soetjipto
Soentoro.
Setelah
itu sepak bola Indonesia berangsur mengalami penurunan. Terakhir mereka
menjuarai SEA Games 1991 di Manila, Filipina. Di kualifikasi Piala Dunia, prestasi
terbaik hanya diraih ketika Indonesia berhasil lolos ke putaran final. Namun
harus kandas di tanganKorea Selatan dengan agregat 1-6.
Di
Asian Games, Indonesia berhasil meraih medali perunggu setelah menembus
semifinal tetapi kalah dari Kuwait pada
partai perebutan tempat ketiga. Pemain pada masa itu yang terkenal adalah Ricky Yakobi. Tendangannya
volinya yang mengejutkan lawan ketika Indonesia melawan Uni Emirat Arab dengan jarak yang cukup jauh di luar
kotak penalty.
Piala Asia
Di
kancah Piala Asia Indonesia pertama kali tampil di
putaran final pada tahun 1996 di Uni Emirat Arab (UAE). Indonesia berhasil membuat
kejutan di pertandingan pertama dengan berhasil menahan imbang Kuwait 2-2,
tetapi akhirnya tersingkir di penyisihan grup setelah kalah 2-4 dari Korea Selatan dan kalah 0-2 dari tuan rumah UAE. Indonesia meraih kemenangan pertama pada
tahun 2004 diChina setelah menaklukkan Qatar 2-1.
Yang kedua diraih ketika mengalahkan Bahrain dengan
skor yang sama tahun 2007, saat menjadi tuan
rumah turnamen bersama Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Piala AFF
Di
kancah Asia Tenggara sekalipun, Indonesia belum pernah
berhasil menjadi juara Piala AFF (dulu disebut Piala Tiger) dan hanya
menjadi salah satu tim unggulan. Prestasi tertinggi Indonesia hanyalah tempat
kedua pada tahun 2000, 2002, dan 2004, dan 2010 (dan menjadikan Indonesia
negara terbanyak peraih runner-up dari seluruh negara peserta Piala
AFF). Di ajang SEA Games pun Indonesia jarang meraih medali emas, yang terakhir
diraih tahun 1991.
Kostum
Kostum
tim nasional Indonesia tidak hanya merah-putih sebab
ada juga putih-putih, biru-putih, dan hijau-putih. Menurut Bob Hippy, yang ikut memperkuat timnas sejak
tahun 1962 hingga 1974, kostum Indonesia dengan warna selain
merah-putih itu muncul ketikaPSSI mempersiapkan dua tim untuk Asian Games IV-1962, Jakarta.
Saat
itu ada dua tim yang diasuh pelatih asal Yugoslavia, Toni Pogacnic, yakni PSSI Banteng dan PSSI Garuda. Yang Banteng, yang terdiri dari
pemain senior saat itu, seperti M. Zaelan, Djamiat Dalhar, dan Tan Liong Houw, selain
menggunakan kostum merah-putih juga punya kostum hijau-putih. Sedangkan tim
Garuda, yang antara lain diperkuat Omo, Anjik Ali Nurdin, dan Ipong Silalahi juga dilengkapi kostum biru-putih.
Tetapi, setelah terungkap kasus suap yang dikenal dengan "Skandal Senayan", sebelum Asian Games
IV-1962, pengurus PSSI hanya
membuat satu timnas. Itu sebabnya, di Asian Games IV-1962, PSSI sama sekali
tidak mampu berbuat apa-apa karena kemudian kedua tim itu dirombak. Selanjutnya
digunakan tim campuran di Asian Games.
Mulyadi (Fan Tek Fong), asisten pelatih klub UMS, yang memperkuat timnas mulai tahun 1964 hingga 1972, menjelaskan bahwa setelah dari era Asian
Games, sepanjang perjalanan timnas hingga tahun 1970-an, PSSI hanya mengenal kostum
merah-putih dan putih-putih. Begitu juga ketika timnas melakukan perjalanan
untuk bertanding di sejumlah negara di Eropa pada tahun 1965. Saat itu setiap
kali bermain, tim nasional hanya menggunakan merah-putih dan putih-putih dengan
gambar Garuda yang besar di bagian dada hingga ke perut. Seragam hijau-putih
kembali digunakan saat mempersiapkan kesebelasan pra-Olimpiade 1976, dan kemudian digunakan
pada arena SEA Games 1981 Manila. "Begitu juga
ketika Indonesia bermain di Thailand, di mana saat itu Indonesia menjadi
runner-up Piala Raja 1981," kata Ronny
Pattinasarani yang
memperkuat PSSI tahun 1970-1985.
Di Piala Asia 2007 yang digelar mulai 8 Juli hingga Minggu 29 Juli, Nike juga telah mendesain kostum tim
nasional Indonesia, tetapi kali ini bukan hijau-putih,
melainkan putih-hijau. Tentu tetap dengan detail yang sama, seperti Garuda yang
selalu bertengger di dada.
Dan
pada kostum Timnas Indonesia terakhir yang dibuat Nike pada
2010 untuk Piala
Suzuki AFF 2010, motif baru kembali diperkenalkan. Pada kostum ini,
terdapat Burung Garuda besar yang membentang hampir di
seluruh bagian depan kostum yang tidak berwarna tetapi memiliki garis-garis
yang memiliki warna hitam cenderung abu-abu. Sementara pada kostum kedua yang
berwarnaPutih-Hijau, terdapat motif yang sama, tetapi
garis-garis pada burung Garuda berwarna abu-abu muda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar